Systemic Functional Grammar : Suatu Analisis Teks berjudul
“Houllier:
Steven Gerrard is LFC”
Pendahuluan
I
hear and I forget,
I
see and I remember,
I
do and I understand.
(Chinese
Proverb)
Pepatah China tersebut sama halnya dengan pemahaman
Systemic Functional Grammar. Ketika hanya mendengar dan mengetahui teori
mengenai cara menganalisis teks dalam Systemic Functional Grammar, maka suatu
saat mungkin akan lupa. Dan akan ingat ketika melihat kembali teori tersebut.
Namun, ketika teori tersebut diterapkan dengan menganalisis teks secara
langsung, maka tak hanya ingatan tapi juga pemahaman yang akan dihasilkan.
Analisis teks yang disajikan dalam penelitian ini lebih
pada konteks makna dalam suatu klausa. Klausa yang merupakan satuan proses
sentral dalam lexicogrammar, secara spesifik mengandung arti bahwa perbedaan
makna dalam klausa merupakan pemetaan kedalam suatu hubungan struktur
grammatikalnya (M.A.K Halliday, 2004: 10). Sementara Systemic Functional
Grammar itu sendiri merupakan pembaharuan dari traditional dan formal grammar,
yang lebih memfokuskan bahasa sebagai sumber untuk menghasilkan makna (Linda
Gerrot dan Peter wignell, 1994: Making sense of functional grammar page 6).
Penelitian ini menyajikan tiga system analisis utama
dalam SFG yang termasuk struktur tematik, transitivity, dan modality. Sistem
ini membantu dalam menganalisis sebuah teks dan jenis-jenis teks agar dapat
melihat bagaimana memproduksi dan menghasilkan makna. Berangkat dari asumsi
tersebut, cara menganalisis teks yang digunakan ialah melalui theme-rheme,
transitivity, dan modality. Dengan SFG kita dapat mengetahui keterpaduan dan
hubungan suatu teks (textual meaning through theme-rheme), memilih satu dari
serangkaian pilihan berdasarkan pengalaman yang terjadi (Ideational meaning
through transitivity), serta dapat mengungkapkan sikap dan penilaian terhadap
isu atau pengalaman tertentu (Interpersonal meaning).
Dalam suatu teks, seorang penulis tentu memiliki tujuan
tertentu yang ingin disampaikan kepada pembaca, entah itu untuk
menginformasikan, menghibur, melaporkan, menceritakan, dan lain lain. Karena
teks ini berupa interview antara wartawan dengan narasumbernya yaitu Gerrard
Houllier, yang dalam hal ini Houllier menjawab pertanyaan yang diajukan
berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya mengenai tokoh yang tengah
dibicarakan, yaitu Steven Gerrard, maka dapat disimpulkan bahwa teks ini
termasuk kedalam jenis Recount Text. Seperti yang dijelaskan oleh Gerrot and
wignell dalam bukunya Making Sense of
Functional Grammar menyatakan bahwa Recount Text bertujuan untuk
menceritakan kembali suatu kejadian atau peristiwa sebagai kepentingan dalam
menginformasikan atau menghibur pembaca.
Recount text itu sendiri memiliki tiga generic structure,
yaitu Orientation, Events, dan Re-orientation. Dimana dalam tahap orientation
yang menyajikan latar tempat dan waktu serta pengenalan tokoh ini terlihat
jelas dalam paragraf 1 sampai 3 yang menggambarkan pendapat Gerrard Houllier
mengenai pemain dalam tim yang dilatihnya, Steven Gerrard, yang menempatkannya
sebagai kapten. Sedangkan dalam tahap events dijelaskan apa yang terjadi pada
tokoh yang dibicarakan. Hal ini mengenai bagaimana pertama kali-nya Houllier
bertemu dengan Steven, menjadikannya kapten, prestasi-prestasi yang telah
diraih Steven (terutama dalam mengalahkan Manchester United di babak final),
dan lain lain. Sementara dalam tahap terakhir, yaitu Re-orientation yang merupakan
penutupan dari event yang terjadi. Di akhir, teks ini menjelaskan bahwa jika
Steven bisa menjaga dirinya sendiri, maka ia tetap bisa memberikan penampilan
terbaiknya dan dapat terus bermain. Bahkan Houllier memberi saran agar Steven
tetap bermain selama ia mampu melakukannya.
Teks ini dianalisis berdasarkan context of culture
(genre), context of situation (register), dan meaning of metafunction. Dimana
meaning of metafunction itu sendiri terdiri dari Ideational meaning,
Interpersonal meaning, dan Textual meaning. Ideational meaning menjawab
pertanyaan apa yang terjadi, secara experiental dan logical melalui unsur field
dalam context of situation atau biasa disebut system of transitivity. Sedangkan interpersonal menjawab pertanyaan
siapa yang terlibat, atau merupakan unsur tenor yang direalisasikan oleh System of Mood. Sementara textual
meaning menjawab pertanyaan bagaimana teks itu disampaikan, atau termasuk unsur
mode yang direalisasikan melalui kohesi dan koherensi dari teks tersebut
(Halliday:2004; Gerot and Wignell:1994; Fairclough:1989 page 147).
Hasil dari penelitian ini diperlihatkan dalam lampiran
(appendixes) yang akan diawali dari System of transitivity (ideational
meaning), diikuti dengan system of mood (interpersonal meaning), dan system of
theme and rheme (textual meaning).
System of Transitivity ( Ideational Meaning )
Dalam menganalisis suatu teks, Halliday mengatakan bahwa
bagian terpenting yang harus dianalisis ialah klausa. Karena klausa merupakan
elemen tertinggi dari suatu teks. Dalam SFG, transitivity berperan sebagai
clause as Representation yang terbagi kedalam tiga unsur utama, yaitu
participant, process type, dan circumstances. Participant yang paling banyak
muncul ialah Steven Gerrard yaitu sebanyak 74 kali (39,74%), sementara Houllier
sebanyak 49 kali (26,34%). Steven Gerrard lebih banyak muncul dibanding Houllier
dikarenakan tokoh yang tengah dibicarakan ialah Steven Gerrard, sementara
Houllier hanya sebatas narasumber yang dimintai informasi mengenai apa yang ia
ketahui dari sosok Steven Gerrard. Dengan kata lain, Steven Gerrard merupakan
tokoh yang sedang diceritakan ulang oleh Houllier. Meskipun tidak disebutkan
dengan nama secara langsung, namun banyak nama panggilan yang tertuju untuk
Steven Gerrard. Sebagai contoh, pronoun he/him, Stevie, top three players, Liverpool
captain, player, good players, himself, Steven, dan lain lain (see appendixes).
Seperti yang disebutkan oleh Gerrot and Wignell dalam Recount text lebih
berfokus pada participant yang lebih specific, dalam teks ini jelas Steven Gerrard.
Sementara jumlah participant secara keseluruhan ialah sebanyak 186, yang
sisanya mengacu pada tokoh lain yang berperan sebagai pendukung tokoh utama
dalam teks.
Terdapat 7 jenis process type yang ditemukan dalam teks
ini dari 154 klausa, yaitu Material
Process sebanyak 67 kali (43,5 %), Mental
Process sebanyak 28 kali (18,18 %), Identifiying
Relational Process sebanyak 21 kali (13, 64 %), Attributive Relational Process sebanyak 21 kali (13,64 %), Verbal Process sebanyak 11 kali (7,14%),
Existential Process sebanyak 4 kali
(2,6 %), dan Behavioural Process
sebanyak 2 kali (1,3 %). Dari data yang dihasilkan terlihat bahwa Material
Process muncul paling banyak dari seluruh process type. Hal ini sesuai dengan
ciri-ciri Recount text menurut Gerot and Wignell yang menyebutkan bahwa Recount
Text biasanya menggunakan Material Process, kata kerja yang mendominasi berupa
Past Tense, focus pada rangkaian waktu tertentu (seperti before, after, then,
etc.), serta menggunakan Circumtances of time and place. Circumstances yang
mendominasi dalam teks ini adalah Circumtances of place yaitu sebanyak 23 kali
(31,94 %), Circumtances of Time yaitu sebanyak 13 kali (18,05%), Circumtances
of Manner sebanyak 14 kali (19,44%), Circumtances of Cause muncul sebanyak 6
kali (8,33%), Circumtances of Accompaniment sebanyak 8 kali (11,11%), Circumtances
of Role sebanyak 2 kali (2,78%), dan Circumstanes of Matter hanya terdapat 1
buah (1,39%) Oleh karena itu, dari data-data yang ditemukan diatas jelaslah
bahwa teks ini termasuk kedalam jenis Recount Text.
System of Mood ( Interpersonal Meaning )
MOOD atau yang lebih dikenal dengan Clause as Exchange merupakan system dari analisis Interpersonal
meaning yang berfokus pada Subject, Finite, Predicator, Complement, dan
Adjuncts. Subject direalisasikan oleh nominal group, sedangkan finite
direalisasikan oleh verbal group. Cakupan finite dalam buku Making Sense of Functional Grammar
terbagi menjadi tiga, yaitu Finite atau bentuk waktu (kemarin, sekarang, atau
yang akan datang), modal yang terbagi lagi menjadi tiga level (low, median,
high), dan polarity atau sesuatu yang bertentangan (bisa bersifat positif
ataupun negative). Dalam sebuah klausa jika terdapat Subject pasti ada Finite,
tapi jika ada Finite belum tentu ada Subject karena bisa juga setelah Finite
ada modal atau complement. Jika dalam Ideational meaning nominal groupnya
berupa actor, sayer, senser, token, carrier, dll, namun dalam Interpersonal
semua nominal group dinamakan Subject. Sedangkan process type dalam Interpersonal
menjadi Finite dan Predicator. Jika dalam Ideational biasa disebut goal,
phenomenon, target, dll, namun dalam Interpersonal berganti menjadi Complement.
Begitupun dengan Circumtances, jika Ideational memiliki Circumtances, dalam
Interpersonal dikategorikan menjadi Adjunct.
Dalam teks ini, dari keseluruhan klausa, subject terdapat
120 kali (85,71 %). Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua klausa harus memiliki
subject. Karena ada juga klausa yang berbentuk gerund ataupun inversion yang
subjeknya ada namun tersembunyi. Seperti klausa “placing him amongst the
top three player”, sebenarnya memiliki subject namun tersembunyi karena masih
ada hubungannya dengan klausa sebelumnya. Sementara finite yang mendominasi
adalah Finite past sebanyak 63 kali (45%). Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa teks ini termasuk kedalam jenis Recount text, dimana
penggunaan Past Tense lebih mendominasi dalam teks ini. Namun, karena teks ini
berupa interview antara interviewer dengan narasumbernya, maka bentuk waktu
yang digunakan tidak hanya bentuk lampau, tapi bisa juga saat ini atau yang
akan datang. Finite present yang ada dalam teks ini muncul sebanyak 61 kali
(43,57%), yang menunjukkan bahwa kejadian itu berlangsung sekarang (saat
interview itu berlangsung). Walaupun interview itu berlangsung saat ini, namun
topik yang dibicarakan adalah orang lain yang diceritakan kembali oleh
narasumber berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, sehingga finite yang
digunakan ialah finite past. Meskipun ada pula yang menggunakan finite future
yang hanya muncul sebanyak 8 kali (5,7%). Hal ini dikarenakan ada sebagian
topik yang dibahas berupa planning atau membicarakan segala sesuatu untuk
jangka waktu kedepan. Sebagai contoh, terdapat dalam klausa nomer 35 : He would be the answer to our problem
on the right. Ini menunjukan sebuah harapan, bahwa kelak tokoh yang tengah
dibicarakan ini akan menjadi jawaban dari semua permasalahan yang ada.
Selain ketiga jenis finite di atas, juga terdapat finite
polarity dan finite modality. Finite polarity positif muncul sebanyak 133 kali
(95%), sedangkan polarity negatif hanya sebanyak 7 kali (5%). Hal ini
dikarenakan dalam teks ini banyak menggunakan kalimat positif dibanding
negatif, yang berarti tanggapan terhadap tokoh lebih banyak positif. Sementara
finite modal hanya ditemukan 7 kali dengan criteria finite low 6 kali dan
finite high 1 kali. Tidak ada yang termasuk kedalam jenis finite median dalam
teks ini. Finite modal high terdapat dalam klausa ke-16 yaitu You have to deal with good players.
Sedangkan Finite modal low yang ditemukan berupa modal “can dan could”. Hal ini
menunjukkan bahwa Finite modality tidak terlalu menonjol dalam Recount text. Disamping
Subject dan Finite, dalam Interpersonal
juga terdapat Complement yang terbagi kedalam 3 jenis, yaitu Complement
direct object sebanyak 119 buah (87,5 %), Complement indirect object sebanyak
11 buah (8,09%), dan Complement WH sebanyak 6 buah (4,41%). Complement bisa
lebih dari satu dalam setiap klausa, bahkan bisa juga tidak membutuhkan adanya
Complement. Oleh karena itu, jumlah complement tidak harus sama dengan jumlah
klausa.
Pada dasarnya, adjunct dinyatakan oleh sebuah adverbial
group atau prepositional phrase (M.A.K Halliday : 2004 page 124). Bahkan,
Halliday juga mengatakan bahwa Adjunct merupakan element yang tidak memiliki
potensi untuk menjadi subject (page 123). Sementara Gerrot and Wignell membagi
Adjunct kedalam 4 jenis, yaitu circumstantial Adjunct, conjunctive adjunct,
comment adjunct dan mood adjunct. Dimana dalam tes ini jumlah seluruh Adjunct ada
79 buah yang didominasi oleh Adjunct of Circumstantial sebanyak 58 buah
(73,42%), Mood Adjunct sebanyak 18 buah (22,78%), comment adjunct sebanyak 2
buah (2,53%), dan conjunctive adjunct sebanyak 1 buah (1,27%). Comment Ajunct
terdapat dalam klausa Sammy Lee and
Patrice Bergues looked after him very carefully and gradually, dimana
cirinya ialah perasaan subject diekspresikan melalui Adverb.
Dalam mood types suatu tatanan struktur klausa
diindikasikan dengan Declarative, Interrogative, dan Imperative. Declarative
mood types dengan pola Subject + Finite
+ Complement + Adjunct (Gerot and Wignell page 38) muncul sebanyak 141 kali
(91,56%). Sedangkan interrogative muncul sebanyak 9 kali (5,84%), dimana
Interrogative Polar sebanyak 3 buah (Yes/No Question dengan pola Finite +
Subject), dan Interrogative WH-Question
sebanyak 6 buah, Sementara Imperative mood hanya terdapat 4 buah (2,6%),
yaitu dalam klausa don’t forget!, I mean all of them!, don’t forget!, dan just tell us about!.
System of THEME and RHEME (Textual Meaning)
System of theme menurut Halliday merupakan clause as
message, dimana theme diindikasikan oleh posisi dalam klausa (M.A.K Halliday,
page 64). Halliday juga mengatakan bahwa theme merupakan poin awal dari suatu
pesan yang berorientasi pada context itu sendiri. Menurut Gerrot and Wignell,
setiap Subject termasuk kedalam topical, dimana semua topical termasuk kedalam
theme, dan sisanya termasuk kedalam rheme. Jumlah topical dalam teks ini muncul
sebanyak 135 kali dari 154 klausa. Pada dasarnya topical terdiri dari marked
topical dan unmarked topical, dimana dalam teks ini marked topical hanya muncul
sebanyak 8 buah (5,93%), dan sisanya 127 buah (94,07%) termasuk kedalam
unmarked topical. Karena setiap topical termasuk kedalam theme, maka theme pun
berjumlah sama yaitu 135 buah. Sedangkan rheme tetap berjumlah 154 dikarenakan
meskipun tidak memiliki topical, namun element lainnya termasuk kedalam rheme.
Ada tiga jenis theme, yaitu Ideational theme,
Interpersonal theme, dan Textual theme. Ideational theme atau yang lebih
dikenal topical theme dapat berupa adverbial group atau prepositional phrases,
yaitu unmarked topical themes. Dalam unmarked, topical themes termasuk Subject.
Topical themes yang bukan subject disebut marked topical themes, yang mampu
berdiri sendiri. Cakupan dari Marked topical themes bisa berupa Adverbial,
Prepositional, maupun complement. Dalam teks ini Ideational theme lebih
dominan, yaitu sebanyak 93 buah (60,39%). Gerot and wignell mengatakan bahwa
element yang mendahului topical theme adalah thematic, tapi element yang ada
setelah topical theme bukan merupakan thematic (making sense of functional grammar page 105).
Sementara interpersonal theme yang muncul sebanyak 11
kali (7,14%) juga termasuk thematic jika terjadi sebelum topical theme. Karena
element tersebut bisa berupa modal adjunct, vocatives, finite, atau WH-element.
Vocatives itu sendiri merupakan sebutan untuk seseorang dengan tujuan agar
dapat memberikan nuansa atau power tertentu. Dalam teks ini ditemukan tiga kata
vocatives, yaitu Gerrard, Gerrard, dan Stevie and Carra. Gerrard disini
merupakan panggilan untuk Gerrard Houllier yang disebut 2 kali, sedangkan
Stevie merupakan nickname dari Steven Gerrard. Dengan kata lain, dapat
dikatakan bahwa vocative adalah nickname yang diberikan kepada seseorang untuk
memberikan nuansa atau power tertentu. Karena dengan nama panggilan akan
menghasilkan suatu keakraban dalam berinteraksi.
Jenis terakhir yaitu textual theme muncul sebanyak 50
kali (32,47%)
yang banyak menggunakan conjunction When, because, so, where, which, as, if,
what, that, and also, dan even if (jumlah terlampir). Dalam textual theme suatu
klausa berhubungan dengan context itu sendiri. Dimana bisa berupa continuative
(conjunctive adjunct) dan conjunction (structural themes). Continuative
merupakan serangkaian kata terkecil yang mengisyaratkan suatu wacana:
tanggapan, dialog, atau pembicaraan yang berkelanjutan. Continuative biasanya berupa,
yes, no, well,oh, now. (M.A.K.
Halliday page 81). Dalam teks ini tidak ditemukan adanya continuatives, karena
percakapan yang dilakukan cenderung formal sehingga tidak membutuhkan adanya
continuatives. Sementara conjunctive yang biasa disebut structural themes ditemukan terdapat 45 buah yang terdiri dari and, because, so, if, even if, but, dan
projection (WH-element or that-clause). Dalam teks ini juga terdapat klausa
dengan pola it + be + ….. sebanyak 3
buah yaitu it is not …. (klausa nomor 17), it was an U19 game … (klausa nomor 37), dan it was that
… (klausa nomor 79), yang biasa disebut Predicated
themes (Gerot and Wignell page 110).
Karena
teks ini berupa interview antara interviewer dengan narasumbernya, maka pola
interaksi yang dibangun berupa two ways of communication dengan posisi
interviewer meminta informasi dan narasumber memberikan informasi yang diminta.
Selain itu, turn characteristic yang digunakan berupa dialogic, dengan channel
graphic. Karena penelitian ini dilakukan dengan melihat isi percakapan secara
tertulis, tidak dengan mendengar percakapan tersebut secara langsung ataupun
melalui audio. Secara cohesive, teks ini dibangun saling berhubungan antara
pertanyaan dengan jawaban. Pertanyaan yang diajukan selalu diawali dengan
statement yang memunculkan suatu pertanyaan. Salahsatunya terlihat dalam
pertanyaan, Gerrard, you gave steven his
Liverpool debut at Tottenham in December 1998. Was that an easy decision
for you at the time? Pada kalimat yang diberi garis miring (italic)
merupakan suatu pernyataan (statement), sedangkan kalimat yang diberi garis
bawah (underline) berupa suatu pertanyaan. Oleh karena itu, suatu pernyataan
dibangun untuk memunculkan suatu pertanyaan.
Dari
satu pertanyaan dengan jawaban menggunakan kata penghubung seperti I think, There were, I keep, I wish, dan
lain lain, menunjukkan pendapat narasumber terhadap tokoh yang tengah
dibicarakan. Kata penghubung ini bertujuan untuk menguatkan argument seseorang
mengenai apa yang disampaikannya. Selain itu, coherence yang dibangun dalam
penelitian ini berupa generic dan registerial. Generic dengan mengidentifikasi
genre, sedangkan registerial dengan mengidentifikasi register (Field, tenor,
and mode). Sementara Conjuction yang digunakan dalam teks ini seperti before,
after, then, but, because, so, (temporal conjunction) dan lain lain bertujuan
agar teks ini menjadi satu kesatuan utuh dan saling berhubungan satu sama lain.
Pada
dasarnya teks
dibentuk dari beberapa klausa dengan mengunakan kohesi sebagai alat penghubung
satu klausa dengan klausa berikutnya. Dengan kata lain Kohesi terbentuk dengan
tautan makna antarklausa dan tautan ini direalisasikan oleh empat alat kohesi
yang disebut dengan referens, elipsis/subsitusi, konjungsi dan leksical
kohesi. Keterkaitan makna klausa membentuk kesatuan yang disebut teks atau
wacana. Konsep kohesi adalah merujuk pada makna yang menjabarkan bahwa kohesi
terjadi bilamana interpretasi dari beberapa element di dalam teks tergantung
dengan teks bermacam–macam sistem kode yang mengandung tiga tingkatan
pengkodean yaitu semantik, leksikogramatika, fonologi, dan orthografi (Halliday
& Hasan l976:4 -5)
Sementara
Saragih (2006:160) menjelaskan tentang pertautan satu unit pengalaman dalam
klausa dapat dihubungkan dengan klausa lain sebagai unit pengalaman dengan
hubungan makna. Keterkaitan ini membentuk satu kesatuan yang disebut kohesi (cohesion).
Kohesi merupakan ciri suatu teks. Dengan kata lain, satu unit linguistik,
khususnya teks yang terdiri atas sejumlah klausa, disebut teks jika unit
linguistik itu memiliki kohesi dengan pengertian satu klausa berhubung atau
berkait dengan klausa yang lain. Oleh karena itu, apabila suatu teks semakin
banyak alat kohesi yang digunakan maka semakin erat pautannya.
Conclusion
Berdasarkan
hasil analisis tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa teks ini berbentuk
Recount Text yang menceritakan seseorang berdasarkan pengalaman, dengan
didominasi oleh material process yang mengindikasikan suatu event that
happened, serta berfokus pada analisis system of transitivity, system of mood,
dan system of theme and rheme. Dari data yang dihasilkan mengindikasikan bahwa
penulis berhasil menyampaikan pesan yang ingin disampaikannya kepada pembaca
dengan kesesuaian teks (genre) dan keberterimaan bahasa (bahasa yang mudah
dimengerti dan diterima pembaca). Sehingga analisis Systemic Functional Grammar
terbukti pada bagaimana grammar dapat menghasilkan meaning.
Reference
Halliday, M.A.K. (2004). An Introduction to Functional Grammar (Third
Edition). London: Edward Arnold.
Gerot, L., and Wignell, P.
(1994). Making Sense of Functional
Grammar. Sydney: Antipodean Educational Enterprise (AEE).
Saragih, Amrin. (2002). Bahasa dalam
Konteks sosial. Medan: FBS Unimed.
Fairclough, Norman (1989).
Language and Power. Harlow, Essex: Longman Inc.
Halliday, M.A.K. dan Hasan, Ruqaiya. (1992). Bahasa,
Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial.
Penerjemah Tou, Asruddin Barori.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.