In Your Dream,, you can Imagine anything.. :)

Apapun yang ada dalam benakmu, Tuangkanlah melalui tulisan.. Menulislah selagi ide-ide itu mengalir..

Saturday 16 November 2013

All about us (he is we feat owl city)



Take my hand, I'll teach you to dance
I'll spin you around won't let you fall down
Would you let me lead? You can step on my feet
Give it a try, it'll be alright

The room's hush hush and now's our moment.
Take it in, feel it all and hold it
Eyes on you, eyes on me.
We're doing this right.

[Chorus:]
'Cause lovers dance when they're feeling in love
Spotlight's shining it's all about us it's all about us
It's oh, oh, all
About uh, uh, us
And every heart in the room will melt
This is a feeling I've never felt
But it's all about us

Suddenly I'm feeling brave
Don't know what's got into me
Why I feel this way
Can we dance, real slow?
Can I hold you, real close?

The room's hush hush and now's our moment
Take it in, feel it all and hold it
Eyes on you, eyes on me we're doing this right

[Chorus]

Do you hear that love? they're playing our song
Do you think we're ready? Oh I'm really feeling it
Do you hear that love? Do you hear that love?

Do you hear that love? They're playing our song
Do you think we're ready yet? Love I'm really feeling it
Do you hear that love? Do you hear that love?

Do you hear that love? They're playing our song
Do you think we're ready yet? Love I'm really feeling it
Do you hear that love? Do you hear that love?

[Chorus x2]

Tinggi akan Kebutuhan Prestasi







Tinggi akan Kebutuhan Prestasi
Para ahli mengemukakan bahwa seseorang memiliki minat berwirausaha karena adanya motif tertentu, yaitu motif berprestasi (achievement motive). Menurut Gede Anggan Suhanda (dalam Suryana, 2003 : 32) Motif berprestasi ialah suatu nilai sosial yang menekankan pada hasrat untuk mencapai yang terbaik guna mencapai kepuasan secara pribadi. Faktor dasarnya adalah kebutuhan yang harus dipenuhi. Seperti yang dikemukakan oleh Maslow (1934) tentang teori motivasi yang dipengaruhi oleh tingkatan kebutuhan kebutuhan, sesuai dengan tingkatan pemuasannya, yaitu kebutuhan fisik (physiological needs), kebutuhan akan keamanan (security needs), kebutuhan harga diri (esteem needs), dan kebutuhan akan aktualisasi diri (self-actualiazation needs).
McClelland (1961, 1971) telah memperkenalkan konsep kebutuhan akan prestasi sebagai salah satu motif psikologis. Kebutuhan akan prestasi dapat diartikan sebagai suatu kesatuan watak yang memotivasi seseorang untuk menghadapi tantangan untuk mencapai kesuksesan dan keunggulan (Lee, 1997: 103). Lebih lanjut, McClelland (1976) menegaskan bahwa kebutuhan akan prestasi sebagai salah satu karakteristik kepribadian seseorang yang akan mendorong seseorang untuk memiliki intensi kewirausahaan.
Menurutnya, ada tiga atribut yang melekat pada seseorang yang mempunyai kebutuhan akan prestasi yang tinggi, yaitu
(a) menyukai tanggung jawab pribadi dalam mengambil keputusan,
(b) mau mengambil resiko sesuai dengan kemampuannya, dan
(c) memiliki minat untuk selalu belajar dari keputusan yang telah diambil.
Hasil penelitian dari Scapinello (1989) menunjukkan bahwa seseorang dengan tingkat kebutuhan akan prestasi yang tinggi kurang dapat menerima kegagalan daripada mereka dengan kebutuhan akan prestasi rendah. Dengan kata lain, kebutuhan akan prestasi berpengaruh pada atribut kesuksesan dan kegagalan. Sejalan dengan hal tersebut, Sengupta dan Debnath (1994) dalam penelitiannya di India menemukan bahwa kebutuhan akan prestasi berpengaruh besar dalam tingkat kesuksesan seorang wirausaha.
Lebih spesifik, kebutuhan akan prestasi juga dapat mendorong kemampuan pengambilan keputusan dan kecenderungan untuk mengambil resiko seorang wirausaha. Semakin tinggi kebutuhan akan prestasi seorang wirausaha, semakin banyak keputusan tepat yang akan diambil. Wirausaha dengan kebutuhan akan prestasi tinggi adalah pengambil resiko yang moderat dan menyukai hal-hal yang menyediakan balikan yang tepat dan cepat.
Teori Motivasi pertama kali dikemukakan oleh Abraham Maslow (1934) adalah tentang hirarki kebutuhan yang mendasari motivasi. Menurutnya, kebutuhan bertingkat sesuai dengan tingkatan pemuasannya, yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan akan keamanan, kebutuhan social, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan akan aktualisasi diri.
David McClelland (1971) mengelompokkan kebutuhan menjadi tiga, yaitu :
1.    Need for achievement (n Ach)
2.    Need for power (n Pow)
3.    Need for affiliation (n Aff)
1.    Kebutuhan akan Prestasi (n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.
2.    Kebutuhan akan Kekuasaan (n-POW)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan. n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.
3.    Kebutuhan untuk Berafiliasi atau Bersahabat (n-AFI)
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.

Motif berprestasi kewirausahaan terletak pada kemauan dan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan efisien.
Alasan seseorang menjadi wirausaha meliputi alasan keuangan, alasan sosial, alasan pelayanan, dan alasan pemenuhan kebutuhan sendiri.
Menurut Teori Herzberg, ada dua faktor motivasi, yaitu:
FAKTOR "PENDORONG"    FAKTOR "PEMELIHARA"
Kebersihan    Lingkungan Kerja
Pengakuan    Insentif Kerja
Kreatifitas    Hubungan Kerja
Tanggung Jawab    Keselamatan Kerja
Kebutuhan berprestasi wirausaha terlihat dalam bentuk tindakan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien dibandingkan sebelumnya. Wirausaha yang memiliki motif berprestasi pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Suryana, 2003 : 33-34)
1.    Ingin mengatasi sendiri kesulitan dan persoalan-persoalan yang timbul pada dirinya.
2.    Selalu memerlukan umpan balik yang segera untuk melihat keberhasilan dan kegagalan.
3.    Memiliki tanggung jawab personal yang tinggi.
4.    Berani menghadapi resiko dengan penuh perhitungan.
5.    Menyukai tantangan dan melihat tantangan secara seimbang (fifty-fifty). Jika tugas yang diembannya sangat ringan, maka wirausaha merasa kurang tantangan, tetapi ia selalu menghindari tantangan yang paling sulit yang memungkinkan pencapaian keberhasilan sangat rendah.
Motivasi (Motivation) berasal dari bahasa latin "movere" yang berarti to move atau menggerakkan, (Steers and Porter, 1991:5), sedangkan Suriasumantri (hal.92) berpendapat, motivasi merupakan dorongan, hasrat, atau kebutuhan seseorang. Motif dan motivasi berkaitan erat dengan penghayatan suatu kebutuhan berperilaku tertentu untuk mencapai tujuan. Motif menghasilkan mobilisasi energi (semangat) dan menguatkan perilaku seseorang. Secara umum motif sama dengan drive. Beck (1990: 19), berdasarkan pendekatan regulatoris, menyatakan "drive" sama seperti sebuah kendaraan yang mempunyai suatu mekanisme untuk membawa dan mengarahkan perilaku seseorang.
Sejalan dengan itu, berdasarkan teori atribusi Weiner (Gredler, 1991: 452) ada dua lokus penyebab seseorang berhasil atau berprestasi. Lokus penyebab instrinsik mencakup (1) kemampuan, (2) usaha, dan (3) suasana hati (mood), seperti kelelahan dan kesehatan. Lokus penyebab ekstrinsik meliputi (1) sukar tidaknya tugas, (2) nasib baik (keberuntungan), dan (3) pertolongan orang lain. Motivasi berprestasi mengandung dua aspek, yaitu (1) mencirikan ketahanan dan suatu ketakutan akan kegagalan dan (2) meningkatkan usaha keras yang berguna dan mengharapkan akan keberhasilan (McClelland, 1976: 74-75). Namun, Travers (1982:435) mengatakan bahwa ada dua kategori penting dalam motivasi berprestasi, yaitu mengharapkan akan sukses dan takut akan kegagalan.
Uraian di atas menunjukkan bahwa setidak-tidaknya ada dua indikator dalam motivasi berprestasi (tinggi), yaitu kemampuan dan usaha. Namun, bila dibandingkan dengan atribusi intrinsik dari Wainer, ada tiga indikator motivasi berprestasi tinggi yaitu: kemampuan, usaha, dan suasana hati (kesehatan). Berdasarkan uraian di atas, hakikat motivasi berprestasi dalam penelitian ini adalah rangsangan-rangsangan atau daya dorong yang ada dalam diri yang mendasari kita untuk belajar dan berupaya mencapai prestasi belajar yang diharapkan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Prestatif yaitu melakukan sesuatu dengan pikiran bahwa yang akan diwujudkan memiliki nilai-nilai keunggulan sehingga memperoleh penghargaan dari orang lain, tidak asal jadi bahkan merampas/meniru hasil karya orang lain.
Contoh :
Teguh Karya dalam menggarap filmnya, secara serius dan mengutamakan keunggulan, sehingga memenangkan banyak piala citra mampu menghasilkan sutradara unggul, maupun bintang film unggul yang dibimbingnya seperti : Christine Hakim, Slamet Raharjo, Eros Jarot.
Contoh lainnya dalam bidang pendidikan ialah, misalnya seorang guru yang ingin menjadi guru terbaik dan ingin meningkatkan pengetahuan dirinya agar bisa memberikan pengetahuan yang lebih untuk peserta didiknya, maka ia mengikuti pelatihan-pelatihan seperti seminar, penyuluhan, MGMP, dan lain-lain.  Selain itu, misalnya seorang guru yang memiliki karakter tinggi akan prestasi, maka ia akan berusaha keras untuk meningkatkan kemampuan anak didiknya. Hal itu bisa dengan cara mengikutsertakan siswa ke berbagai ajang lomba, baik itu tingkat kabupaten, provinsi, nasional, bahkan internasional. Keinginan dan tindakan guru tersebut mencerminkan bahwa ia sangat menjunjung tinggi akan kebutuhan prestasi.
Prestasi baginya sangat penting demi kelancaran belajar mengajar. Oleh karena itu, dia akan terus berusaha demi mencapai target yang diinginkannya. Sosok guru yang seperti ini menjadi guru teladan di sekolahnya, karena selain bisa mengharumkan nama sekolah juga akan mengharumkan seluruh warga sekolah. Orang dengan karakter ini akan selalu berusaha yang terbaik dan melakukan yang terbaik, do the best and be the best! Kesempurnaan suatu pekerjaan akan terlihat dari hasil yang dicapai, apakah sesuai target atau tidak. Ia selalu berusaha memotivasi anak didiknya untuk terus berprestasi dan ia akan dengan senang hati membimbing mereka untuk terus mengembangkan potensi yang dimiliki anak didiknya.
Prestasi bukanlah hal yang sulit dicapai jika kita terus berusaha untuk meraihnya. Apa yang kita tanam, maka itulah yang akan kita tuai. Maka orang yang menjunjung tinggi prestasi akan meraih kesuksesan atas apa yang telah mereka kerjakan. Oleh karena itu, penting bagi kita calon guru untuk menjunjung tinggi prestasi. Karena guru memiliki tugas yang sangat mulia, yaitu mencerdaskan anak bangsa. Masa depan anak bangsa ada ditangan kita para guru. Maka dari itu, kita harus berusaha memberikan yang terbaik untuk anak didik kita. Karena walau bagaimanapun juga kesuksesan akan kita raih dengan prestasi yang telah kita tanam sejak dini. Orang akan menghargai usaha kita jika kita berprestasi. Maka upah pun akan mengalir dengan sendirinya. Selamat menjadi guru yang memiliki segudang prestasi.

Text Analysis



Systemic Functional Grammar : Suatu Analisis Teks berjudul

“Houllier: Steven Gerrard is LFC”

Pendahuluan
I hear and I forget,
I see and I remember,
I do and I understand.
(Chinese Proverb)

Pepatah China tersebut sama halnya dengan pemahaman Systemic Functional Grammar. Ketika hanya mendengar dan mengetahui teori mengenai cara menganalisis teks dalam Systemic Functional Grammar, maka suatu saat mungkin akan lupa. Dan akan ingat ketika melihat kembali teori tersebut. Namun, ketika teori tersebut diterapkan dengan menganalisis teks secara langsung, maka tak hanya ingatan tapi juga pemahaman yang akan dihasilkan.
Analisis teks yang disajikan dalam penelitian ini lebih pada konteks makna dalam suatu klausa. Klausa yang merupakan satuan proses sentral dalam lexicogrammar, secara spesifik mengandung arti bahwa perbedaan makna dalam klausa merupakan pemetaan kedalam suatu hubungan struktur grammatikalnya (M.A.K Halliday, 2004: 10). Sementara Systemic Functional Grammar itu sendiri merupakan pembaharuan dari traditional dan formal grammar, yang lebih memfokuskan bahasa sebagai sumber untuk menghasilkan makna (Linda Gerrot dan Peter wignell, 1994: Making sense of functional grammar page 6).
Penelitian ini menyajikan tiga system analisis utama dalam SFG yang termasuk struktur tematik, transitivity, dan modality. Sistem ini membantu dalam menganalisis sebuah teks dan jenis-jenis teks agar dapat melihat bagaimana memproduksi dan menghasilkan makna. Berangkat dari asumsi tersebut, cara menganalisis teks yang digunakan ialah melalui theme-rheme, transitivity, dan modality. Dengan SFG kita dapat mengetahui keterpaduan dan hubungan suatu teks (textual meaning through theme-rheme), memilih satu dari serangkaian pilihan berdasarkan pengalaman yang terjadi (Ideational meaning through transitivity), serta dapat mengungkapkan sikap dan penilaian terhadap isu atau pengalaman tertentu (Interpersonal meaning).
Dalam suatu teks, seorang penulis tentu memiliki tujuan tertentu yang ingin disampaikan kepada pembaca, entah itu untuk menginformasikan, menghibur, melaporkan, menceritakan, dan lain lain. Karena teks ini berupa interview antara wartawan dengan narasumbernya yaitu Gerrard Houllier, yang dalam hal ini Houllier menjawab pertanyaan yang diajukan berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya mengenai tokoh yang tengah dibicarakan, yaitu Steven Gerrard, maka dapat disimpulkan bahwa teks ini termasuk kedalam jenis Recount Text. Seperti yang dijelaskan oleh Gerrot and wignell dalam bukunya Making Sense of Functional Grammar menyatakan bahwa Recount Text bertujuan untuk menceritakan kembali suatu kejadian atau peristiwa sebagai kepentingan dalam menginformasikan atau menghibur pembaca.
Recount text itu sendiri memiliki tiga generic structure, yaitu Orientation, Events, dan Re-orientation. Dimana dalam tahap orientation yang menyajikan latar tempat dan waktu serta pengenalan tokoh ini terlihat jelas dalam paragraf 1 sampai 3 yang menggambarkan pendapat Gerrard Houllier mengenai pemain dalam tim yang dilatihnya, Steven Gerrard, yang menempatkannya sebagai kapten. Sedangkan dalam tahap events dijelaskan apa yang terjadi pada tokoh yang dibicarakan. Hal ini mengenai bagaimana pertama kali-nya Houllier bertemu dengan Steven, menjadikannya kapten, prestasi-prestasi yang telah diraih Steven (terutama dalam mengalahkan Manchester United di babak final), dan lain lain. Sementara dalam tahap terakhir, yaitu Re-orientation yang merupakan penutupan dari event yang terjadi. Di akhir, teks ini menjelaskan bahwa jika Steven bisa menjaga dirinya sendiri, maka ia tetap bisa memberikan penampilan terbaiknya dan dapat terus bermain. Bahkan Houllier memberi saran agar Steven tetap bermain selama ia mampu melakukannya.
Teks ini dianalisis berdasarkan context of culture (genre), context of situation (register), dan meaning of metafunction. Dimana meaning of metafunction itu sendiri terdiri dari Ideational meaning, Interpersonal meaning, dan Textual meaning. Ideational meaning menjawab pertanyaan apa yang terjadi, secara experiental dan logical melalui unsur field dalam context of situation atau biasa disebut system of transitivity. Sedangkan interpersonal menjawab pertanyaan siapa yang terlibat, atau merupakan unsur tenor yang direalisasikan oleh System of Mood. Sementara textual meaning menjawab pertanyaan bagaimana teks itu disampaikan, atau termasuk unsur mode yang direalisasikan melalui kohesi dan koherensi dari teks tersebut (Halliday:2004; Gerot and Wignell:1994; Fairclough:1989 page 147).
Hasil dari penelitian ini diperlihatkan dalam lampiran (appendixes) yang akan diawali dari System of transitivity (ideational meaning), diikuti dengan system of mood (interpersonal meaning), dan system of theme and rheme (textual meaning).

System of Transitivity ( Ideational Meaning )
Dalam menganalisis suatu teks, Halliday mengatakan bahwa bagian terpenting yang harus dianalisis ialah klausa. Karena klausa merupakan elemen tertinggi dari suatu teks. Dalam SFG, transitivity berperan sebagai clause as Representation yang terbagi kedalam tiga unsur utama, yaitu participant, process type, dan circumstances. Participant yang paling banyak muncul ialah Steven Gerrard yaitu sebanyak 74 kali (39,74%), sementara Houllier sebanyak 49 kali (26,34%). Steven Gerrard lebih banyak muncul dibanding Houllier dikarenakan tokoh yang tengah dibicarakan ialah Steven Gerrard, sementara Houllier hanya sebatas narasumber yang dimintai informasi mengenai apa yang ia ketahui dari sosok Steven Gerrard. Dengan kata lain, Steven Gerrard merupakan tokoh yang sedang diceritakan ulang oleh Houllier. Meskipun tidak disebutkan dengan nama secara langsung, namun banyak nama panggilan yang tertuju untuk Steven Gerrard. Sebagai contoh, pronoun he/him, Stevie, top three players, Liverpool captain, player, good players, himself, Steven, dan lain lain (see appendixes). Seperti yang disebutkan oleh Gerrot and Wignell dalam Recount text lebih berfokus pada participant yang lebih specific, dalam teks ini jelas Steven Gerrard. Sementara jumlah participant secara keseluruhan ialah sebanyak 186, yang sisanya mengacu pada tokoh lain yang berperan sebagai pendukung tokoh utama dalam teks.
Terdapat 7 jenis process type yang ditemukan dalam teks ini dari 154 klausa, yaitu Material Process sebanyak 67 kali (43,5 %), Mental Process sebanyak 28 kali (18,18 %), Identifiying Relational Process sebanyak 21 kali (13, 64 %), Attributive Relational Process sebanyak 21 kali (13,64 %), Verbal Process sebanyak 11 kali (7,14%), Existential Process sebanyak 4 kali (2,6 %), dan Behavioural Process sebanyak 2 kali (1,3 %). Dari data yang dihasilkan terlihat bahwa Material Process muncul paling banyak dari seluruh process type. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri Recount text menurut Gerot and Wignell yang menyebutkan bahwa Recount Text biasanya menggunakan Material Process, kata kerja yang mendominasi berupa Past Tense, focus pada rangkaian waktu tertentu (seperti before, after, then, etc.), serta menggunakan Circumtances of time and place. Circumstances yang mendominasi dalam teks ini adalah Circumtances of place yaitu sebanyak 23 kali (31,94 %), Circumtances of Time yaitu sebanyak 13 kali (18,05%), Circumtances of Manner sebanyak 14 kali (19,44%), Circumtances of Cause muncul sebanyak 6 kali (8,33%), Circumtances of Accompaniment sebanyak 8 kali (11,11%), Circumtances of Role sebanyak 2 kali (2,78%), dan Circumstanes of Matter hanya terdapat 1 buah (1,39%) Oleh karena itu, dari data-data yang ditemukan diatas jelaslah bahwa teks ini termasuk kedalam jenis Recount Text.



System of Mood ( Interpersonal Meaning )
MOOD atau yang lebih dikenal dengan Clause as Exchange merupakan system dari analisis Interpersonal meaning yang berfokus pada Subject, Finite, Predicator, Complement, dan Adjuncts. Subject direalisasikan oleh nominal group, sedangkan finite direalisasikan oleh verbal group. Cakupan finite dalam buku Making Sense of Functional Grammar terbagi menjadi tiga, yaitu Finite atau bentuk waktu (kemarin, sekarang, atau yang akan datang), modal yang terbagi lagi menjadi tiga level (low, median, high), dan polarity atau sesuatu yang bertentangan (bisa bersifat positif ataupun negative). Dalam sebuah klausa jika terdapat Subject pasti ada Finite, tapi jika ada Finite belum tentu ada Subject karena bisa juga setelah Finite ada modal atau complement. Jika dalam Ideational meaning nominal groupnya berupa actor, sayer, senser, token, carrier, dll, namun dalam Interpersonal semua nominal group dinamakan Subject. Sedangkan process type dalam Interpersonal menjadi Finite dan Predicator. Jika dalam Ideational biasa disebut goal, phenomenon, target, dll, namun dalam Interpersonal berganti menjadi Complement. Begitupun dengan Circumtances, jika Ideational memiliki Circumtances, dalam Interpersonal dikategorikan menjadi Adjunct.
Dalam teks ini, dari keseluruhan klausa, subject terdapat 120 kali (85,71 %). Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua klausa harus memiliki subject. Karena ada juga klausa yang berbentuk gerund ataupun inversion yang subjeknya ada namun tersembunyi. Seperti klausa “placing him amongst the top three player”, sebenarnya memiliki subject namun tersembunyi karena masih ada hubungannya dengan klausa sebelumnya. Sementara finite yang mendominasi adalah Finite past sebanyak 63 kali (45%). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa teks ini termasuk kedalam jenis Recount text, dimana penggunaan Past Tense lebih mendominasi dalam teks ini. Namun, karena teks ini berupa interview antara interviewer dengan narasumbernya, maka bentuk waktu yang digunakan tidak hanya bentuk lampau, tapi bisa juga saat ini atau yang akan datang. Finite present yang ada dalam teks ini muncul sebanyak 61 kali (43,57%), yang menunjukkan bahwa kejadian itu berlangsung sekarang (saat interview itu berlangsung). Walaupun interview itu berlangsung saat ini, namun topik yang dibicarakan adalah orang lain yang diceritakan kembali oleh narasumber berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, sehingga finite yang digunakan ialah finite past. Meskipun ada pula yang menggunakan finite future yang hanya muncul sebanyak 8 kali (5,7%). Hal ini dikarenakan ada sebagian topik yang dibahas berupa planning atau membicarakan segala sesuatu untuk jangka waktu kedepan. Sebagai contoh, terdapat dalam klausa nomer 35 : He would be the answer to our problem on the right. Ini menunjukan sebuah harapan, bahwa kelak tokoh yang tengah dibicarakan ini akan menjadi jawaban dari semua permasalahan yang ada.
Selain ketiga jenis finite di atas, juga terdapat finite polarity dan finite modality. Finite polarity positif muncul sebanyak 133 kali (95%), sedangkan polarity negatif hanya sebanyak 7 kali (5%). Hal ini dikarenakan dalam teks ini banyak menggunakan kalimat positif dibanding negatif, yang berarti tanggapan terhadap tokoh lebih banyak positif. Sementara finite modal hanya ditemukan 7 kali dengan criteria finite low 6 kali dan finite high 1 kali. Tidak ada yang termasuk kedalam jenis finite median dalam teks ini. Finite modal high terdapat dalam klausa ke-16 yaitu You have to deal with good players. Sedangkan Finite modal low yang ditemukan berupa modal “can dan could”. Hal ini menunjukkan bahwa Finite modality tidak terlalu menonjol dalam Recount text. Disamping Subject dan Finite, dalam Interpersonal  juga terdapat Complement yang terbagi kedalam 3 jenis, yaitu Complement direct object sebanyak 119 buah (87,5 %), Complement indirect object sebanyak 11 buah (8,09%), dan Complement WH sebanyak 6 buah (4,41%). Complement bisa lebih dari satu dalam setiap klausa, bahkan bisa juga tidak membutuhkan adanya Complement. Oleh karena itu, jumlah complement tidak harus sama dengan jumlah klausa.
Pada dasarnya, adjunct dinyatakan oleh sebuah adverbial group atau prepositional phrase (M.A.K Halliday : 2004 page 124). Bahkan, Halliday juga mengatakan bahwa Adjunct merupakan element yang tidak memiliki potensi untuk menjadi subject (page 123). Sementara Gerrot and Wignell membagi Adjunct kedalam 4 jenis, yaitu circumstantial Adjunct, conjunctive adjunct, comment adjunct dan mood adjunct. Dimana dalam tes ini jumlah seluruh Adjunct ada 79 buah yang didominasi oleh Adjunct of Circumstantial sebanyak 58 buah (73,42%), Mood Adjunct sebanyak 18 buah (22,78%), comment adjunct sebanyak 2 buah (2,53%), dan conjunctive adjunct sebanyak 1 buah (1,27%). Comment Ajunct terdapat dalam klausa Sammy Lee and Patrice Bergues looked after him very carefully and gradually, dimana cirinya ialah perasaan subject diekspresikan melalui Adverb.
Dalam mood types suatu tatanan struktur klausa diindikasikan dengan Declarative, Interrogative, dan Imperative. Declarative mood types dengan pola Subject + Finite + Complement + Adjunct (Gerot and Wignell page 38) muncul sebanyak 141 kali (91,56%). Sedangkan interrogative muncul sebanyak 9 kali (5,84%), dimana Interrogative Polar sebanyak 3 buah (Yes/No Question dengan pola Finite + Subject), dan Interrogative WH-Question  sebanyak 6 buah, Sementara Imperative mood hanya terdapat 4 buah (2,6%), yaitu dalam klausa don’t forget!, I mean all of them!, don’t forget!, dan just tell us about!.

System of THEME and RHEME (Textual Meaning)
System of theme menurut Halliday merupakan clause as message, dimana theme diindikasikan oleh posisi dalam klausa (M.A.K Halliday, page 64). Halliday juga mengatakan bahwa theme merupakan poin awal dari suatu pesan yang berorientasi pada context itu sendiri. Menurut Gerrot and Wignell, setiap Subject termasuk kedalam topical, dimana semua topical termasuk kedalam theme, dan sisanya termasuk kedalam rheme. Jumlah topical dalam teks ini muncul sebanyak 135 kali dari 154 klausa. Pada dasarnya topical terdiri dari marked topical dan unmarked topical, dimana dalam teks ini marked topical hanya muncul sebanyak 8 buah (5,93%), dan sisanya 127 buah (94,07%) termasuk kedalam unmarked topical. Karena setiap topical termasuk kedalam theme, maka theme pun berjumlah sama yaitu 135 buah. Sedangkan rheme tetap berjumlah 154 dikarenakan meskipun tidak memiliki topical, namun element lainnya termasuk kedalam rheme.
Ada tiga jenis theme, yaitu Ideational theme, Interpersonal theme, dan Textual theme. Ideational theme atau yang lebih dikenal topical theme dapat berupa adverbial group atau prepositional phrases, yaitu unmarked topical themes. Dalam unmarked, topical themes termasuk Subject. Topical themes yang bukan subject disebut marked topical themes, yang mampu berdiri sendiri. Cakupan dari Marked topical themes bisa berupa Adverbial, Prepositional, maupun complement. Dalam teks ini Ideational theme lebih dominan, yaitu sebanyak 93 buah (60,39%). Gerot and wignell mengatakan bahwa element yang mendahului topical theme adalah thematic, tapi element yang ada setelah topical theme bukan merupakan thematic (making sense of functional grammar page 105).
Sementara interpersonal theme yang muncul sebanyak 11 kali (7,14%) juga termasuk thematic jika terjadi sebelum topical theme. Karena element tersebut bisa berupa modal adjunct, vocatives, finite, atau WH-element. Vocatives itu sendiri merupakan sebutan untuk seseorang dengan tujuan agar dapat memberikan nuansa atau power tertentu. Dalam teks ini ditemukan tiga kata vocatives, yaitu Gerrard, Gerrard, dan Stevie and Carra. Gerrard disini merupakan panggilan untuk Gerrard Houllier yang disebut 2 kali, sedangkan Stevie merupakan nickname dari Steven Gerrard. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa vocative adalah nickname yang diberikan kepada seseorang untuk memberikan nuansa atau power tertentu. Karena dengan nama panggilan akan menghasilkan suatu keakraban dalam berinteraksi.
Jenis terakhir yaitu textual theme muncul sebanyak 50 kali (32,47%) yang banyak menggunakan conjunction When, because, so, where, which, as, if, what, that, and also, dan even if (jumlah terlampir). Dalam textual theme suatu klausa berhubungan dengan context itu sendiri. Dimana bisa berupa continuative (conjunctive adjunct) dan conjunction (structural themes). Continuative merupakan serangkaian kata terkecil yang mengisyaratkan suatu wacana: tanggapan, dialog, atau pembicaraan yang berkelanjutan. Continuative biasanya berupa, yes, no, well,oh, now. (M.A.K. Halliday page 81). Dalam teks ini tidak ditemukan adanya continuatives, karena percakapan yang dilakukan cenderung formal sehingga tidak membutuhkan adanya continuatives. Sementara conjunctive yang biasa disebut structural themes ditemukan terdapat 45 buah yang terdiri dari and, because, so, if, even if, but, dan projection (WH-element or that-clause). Dalam teks ini juga terdapat klausa dengan pola it + be + ….. sebanyak 3 buah yaitu it is not …. (klausa nomor 17), it was an  U19 game … (klausa nomor 37), dan it was that … (klausa nomor 79), yang biasa disebut Predicated themes (Gerot and Wignell page 110).
Karena teks ini berupa interview antara interviewer dengan narasumbernya, maka pola interaksi yang dibangun berupa two ways of communication dengan posisi interviewer meminta informasi dan narasumber memberikan informasi yang diminta. Selain itu, turn characteristic yang digunakan berupa dialogic, dengan channel graphic. Karena penelitian ini dilakukan dengan melihat isi percakapan secara tertulis, tidak dengan mendengar percakapan tersebut secara langsung ataupun melalui audio. Secara cohesive, teks ini dibangun saling berhubungan antara pertanyaan dengan jawaban. Pertanyaan yang diajukan selalu diawali dengan statement yang memunculkan suatu pertanyaan. Salahsatunya terlihat dalam pertanyaan, Gerrard, you gave steven his Liverpool debut at Tottenham in December 1998. Was that an easy decision for you at the time? Pada kalimat yang diberi garis miring (italic) merupakan suatu pernyataan (statement), sedangkan kalimat yang diberi garis bawah (underline) berupa suatu pertanyaan. Oleh karena itu, suatu pernyataan dibangun untuk memunculkan suatu pertanyaan.
Dari satu pertanyaan dengan jawaban menggunakan kata penghubung seperti I think, There were, I keep, I wish, dan lain lain, menunjukkan pendapat narasumber terhadap tokoh yang tengah dibicarakan. Kata penghubung ini bertujuan untuk menguatkan argument seseorang mengenai apa yang disampaikannya. Selain itu, coherence yang dibangun dalam penelitian ini berupa generic dan registerial. Generic dengan mengidentifikasi genre, sedangkan registerial dengan mengidentifikasi register (Field, tenor, and mode). Sementara Conjuction yang digunakan dalam teks ini seperti before, after, then, but, because, so, (temporal conjunction) dan lain lain bertujuan agar teks ini menjadi satu kesatuan utuh dan saling berhubungan satu sama lain.
Pada dasarnya teks dibentuk dari beberapa klausa dengan mengunakan kohesi sebagai alat penghubung satu klausa dengan klausa berikutnya. Dengan kata lain Kohesi terbentuk dengan tautan makna antarklausa dan tautan ini direalisasikan oleh empat alat kohesi yang disebut dengan referens, elipsis/subsitusi, konjungsi dan leksical kohesi. Keterkaitan makna klausa membentuk kesatuan yang disebut teks atau wacana. Konsep kohesi adalah merujuk pada makna yang menjabarkan bahwa kohesi terjadi bilamana interpretasi dari beberapa element di dalam teks tergantung dengan teks bermacam–macam sistem kode yang mengandung tiga tingkatan pengkodean yaitu semantik, leksikogramatika, fonologi, dan orthografi (Halliday & Hasan l976:4 -5)
Sementara Saragih (2006:160) menjelaskan tentang pertautan satu unit pengalaman dalam klausa dapat dihubungkan dengan klausa lain sebagai unit pengalaman dengan hubungan makna. Keterkaitan ini membentuk satu kesatuan yang disebut kohesi (cohesion). Kohesi merupakan ciri suatu teks. Dengan kata lain, satu unit linguistik, khususnya teks yang terdiri atas sejumlah klausa, disebut teks jika unit linguistik itu memiliki kohesi dengan pengertian satu klausa berhubung atau berkait dengan klausa yang lain. Oleh karena itu, apabila suatu teks semakin banyak alat kohesi yang digunakan maka semakin erat pautannya.







Conclusion
Berdasarkan hasil analisis tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa teks ini berbentuk Recount Text yang menceritakan seseorang berdasarkan pengalaman, dengan didominasi oleh material process yang mengindikasikan suatu event that happened, serta berfokus pada analisis system of transitivity, system of mood, dan system of theme and rheme. Dari data yang dihasilkan mengindikasikan bahwa penulis berhasil menyampaikan pesan yang ingin disampaikannya kepada pembaca dengan kesesuaian teks (genre) dan keberterimaan bahasa (bahasa yang mudah dimengerti dan diterima pembaca). Sehingga analisis Systemic Functional Grammar terbukti pada bagaimana grammar dapat menghasilkan meaning.















Reference
Halliday, M.A.K. (2004). An Introduction to Functional Grammar (Third Edition). London: Edward Arnold.
Gerot, L., and Wignell, P. (1994). Making Sense of Functional Grammar. Sydney: Antipodean Educational Enterprise (AEE).
Saragih, Amrin. (2002). Bahasa dalam Konteks sosial. Medan: FBS Unimed.
Fairclough, Norman (1989). Language and Power. Harlow, Essex: Longman Inc.
Halliday, M.A.K. dan Hasan, Ruqaiya. (1992). Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Penerjemah Tou, Asruddin Barori.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.